BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang
sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga
negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan
saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Berawal
dari kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika Serikat)
terhadap Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang Dunia II
(1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan
paham Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh
Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang mendominasi
tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.
Suatu
bangsa atau masyarakat di Abad XXI ini baru mendapat pengakuan
sebagai warga dunia yang beradab (civilized) bilamana menerima dan
menerapkan demokrasi sebagai landasan pengaturan tatanan kehidupan
kenegaraannya. Sementara bangsa atau masyarakat yang menolak demokrasi dinilai
sebagai bangsa/masyarakat yang belum beradab (uncivilized).
Indonesia
adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara
Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin
kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka diperoleh permasalahan antara lain:
Bagaimana
sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori
Hukum Dan Konstitusi serta untuk wawasan dan ilmu kami tentang Perkembangan
demokrasi di Indonesia
1.4 Metode dan Prosedur
Metode
yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber buku dan browsing di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejak
Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut “NKRI”) menganut paham atau
ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan
Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham
Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Penetapan
paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak
dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di
BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropah Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.
Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Sejalan
dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan
model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal), yang
diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas pemerintahan
(eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante
pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna
mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka
pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden
yang memberlakukan kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model
Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan
paham Integralistik yang mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun
belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun
dilaksanakan-nya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali
terancam akibat konflik politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa
G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari
jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden
Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan
model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba),
untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya
sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi
Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan model-model
demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun,
tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal
Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan
kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis disegala aspeknya.
Sejak
runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai
hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek
kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi
ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena
dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde
Baru.
Amandemen
UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya laginya
perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar
lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi
Pancasila di era Orde Baru.
Model
Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja
sebagai “Demokrasi Reformasi”, karena memang belum ada kesepakatan mengenai
namanya) yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini,
nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-kan
tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-lembaga
negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dan
lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan umum
langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.
2.2. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasi yang
pernah ada di Indonesiai ini. Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi
menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1.
Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 ).
Tahun 1945
– 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke
Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal
itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih
terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD
1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari
kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan
:
- Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
- Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
- Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer
2.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa
Demokrasi Liberal 1950 – 1959
Masa
demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini
peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik.
Namun
demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
- Dominannya partai politik
- Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
- Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar
kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
- Bubarkan konstituante
- Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
- Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa
Demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Pengertian
demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua
kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan
ciri:
- Dominasi Presiden
- Terbatasnya peran partai politik
- Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan
masa demokrasi terpimpin antara lain:
- Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
- Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
- Jaminan HAM lemah
- Terjadi sentralisasi kekuasaan
- Terbatasnya peranan pers
- Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya
terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3.
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Dinamakan
juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan
keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi
harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III,
IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun
demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
- Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
- Rekrutmen politik yang tertutup
- Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
- Pengakuan HAM yang terbatas
- Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab
jatuhnya Orde Baru:
- Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
- Terjadinya krisis politik
- TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
- Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
4.
Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 – Sekarang).
Berakhirnya
masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke
Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
- Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
- Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
- Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
- Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
- Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Pada Masa
Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun
1999 dan tahun 2004.
2.3 Perbedaan – Perbedaan Demokrasi
1.
Berkenaan dengan Kedaulatan Rakyat.
a.
Demokrasi Liberal.
Kedaulatan
Rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh DPR (Parlemen). Dan DPR membentuk serta
memberhentikan Pemerintah/Eksekutif (Kabinet).
b.
Demokrasi Terpimpin.
Meskipun
secara normatif konstitusional ditetapkan bahwa Kedaulatan ada ditangan rakyat
dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusya-waratan Rakyat (MPR), namun
secara praktis justru kedaulatan sepenuhnya berada ditangan Presiden. Dan
Presiden membentuk MPR(S) dan DPR-GR berdasarkan Keputusan Presiden
c.Demokrasi
Pancasila (Orba).
Kedaulatan
Rakyat sepenuhnya dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
baru kemudian MPR membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk
kekuasaan-kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, DPR, MA,
Bepeka dsb.)
d.
Demokrasi Reformasi.
Kedaulatan
Rakyat sepenuhnya tetap berada ditangan rakyat, dan rakyat secara langsung
membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan kepada
lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, dsb.)
2.
Berkenaan dengan Pembagian Kekuasaan
a.
Demokrasi Liberal
Kekuasaan
DPR (Legislatif) sangat kuat dibandingkan dengan kekuasaan Pemerintah/Kabinet
(Eksekutif), bahkan DPR dapat memberhentikan Pemerintah/Kabinet. Sementara
Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara saja (Simbol Negara saja).
b.
Demokrasi Terpimpin.
Kekuasaan
Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (dominan) dibandingkan dengan
kekuasaan DPR (Legislatif), bahkan Presiden dapat membubarkan DPR serta
mengangkat anggota-anggota DPR (GR).
Jabatan
Presiden ditetapkan untuk masa seumur hidup, sehingga tidak bisa diberhentikan
oleh MPRS.
c.
Demokrasi Pancasila (Orba)
Meskipun
secara normatif konstitusional, ditetapkan :
1).
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun Kepala Negara
lebih kuat dibandingkan kekuasaan DPR (Legislatif).
2).
Kecuali dalam hal Anggaran Belanja Negara, maka kekuasaan Presiden dibidang
legislasi (pembentukan undang-undang) lebih kuat dibanding-kan kekuasaan DPR
(Legislatif).
Namun
secara praktis Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (dominan)
dibandingkan dengan kekuasaan DPR (Legislatif), sebagai akibat adanya :
1).
Campur tangan Pemerintah didalam kehidupan kepartaian.
2).
Dominasi Pemerintah didalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota Legislatif
(termasuk menyeleksi calon-calon Legislatif dari partai peserta pemilu).
3).
Kewenangan Presiden didalam pengangkatan anggota MPR dari unsur Utusan Golongan
yang jumlahnya cukup besar.
d.
Demokrasi Reformasi.
1).
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun Kepala Negara
jauh berkurang karena harus dibagi kepada DPR (Legislatif).
2).
Kekuasaan Presiden dibidang legislasi (pembentukan undang-undang termasuk
UU-APBN) lebih lemah dibandingkan kekuasaan DPR (Legislatif). Bahkan
sebuah Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh DPR dapat berlaku
meskipun tidak disetujui dan tidak diundangkan oleh Presiden/Pemerintah.
3).
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) menjadi
semakin berkurang dengan dilaksanakannya Otonomi Daerah.
3.
Berkenaan dengan Mekanisme Pengambilan Keputusan
a.
Demokrasi Liberal
Semua
keputusan di lembaga perwakilan rakyat (DPR) diambil berdasarkan voting
dengan suara terbanyak.
b.Demokrasi
Terpimpin
Semua
pengambilan keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPRS dan DPR-GR) harus berdasarkan
musyawarah mufakat (suara bulat).
(Ada
Ketetapan MPRS yang khusus menetapkan hal ini).
c.Demokrasi
Pancasila (Orba)
Semua
keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) pertama-tama diambil
berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan jika musyawarah tidak berhasil
mencapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan voting dengan suara
terbanyak.
Namun
didalam prakteknya pihak Pemerintah senantiasa mengupayakan agar keputusan di
DPR dan MPR diambil secara musyawarah (suara bulat) untuk membuat kesan bahwa
keputusan tersebut didukung oleh segenap rakyat.
d.Demokrasi
Reformasi
Semua
keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) didalam prakteknya
langsung diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak.
2.4 Pemilihan Umum Sebagai Pelaksanaan Demokrasi
a.
Pengertian Pemilihan Umum
Salah satu
cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Prmilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Prmilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
1) Untuk
mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative
2)
Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan
eksekutif untuk jangka tertentu
3) Rakyat
melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan
eksekutif.
b. Tujuan
Pemilihan Umum
Pada
pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Secara
umum tujuan pemilihan umum adalah
1)
Melaksanakan kedaulatan rakyat
2 ) Sebagai
perwujudan hak asas politik rakyat
3) Untuk
memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih
Presiden dan wakil Presiden.
4)
Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib
5)
Menjamin kesinambungan pembangunan nasional
Menurut
Ramlan Surbakti, kegiatan pemilihan umum berkedudukan sabagai :
1)
Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum
2)
Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke
lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga
integrasi masyarakat tetap terjaga.
3)Sarana
untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan
jalan ikut serta dalam proses politik.
Pemilu
1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu
Republik Indonesia berusia 10 tahun. Dapat dikatakan pemilu merupakan syarat
minimal bagi adanya demokrasi.
Secara
lebih jelas Juan J. Linz dan Alfred Stepan merumuskan bahwa suatu transisi
demokrasi berhasil dilakukan suatu negara jika
(a)
tercapai kesepakatan mengenai prosedur-prosedur politik untuk menghasilkan
pemerintahan yang dipilih
(b) jika
suatu pemerintah memegang kekuasaannya atas dasar hasil pemilu yang bebas
(c) jika
pemerintah hasil pemilu tersebut secara de facto memiliki otoritas untuk
menghasilkan kebijakan-kebijakan baru dan
(d)
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dihasilkan melalui
demokrasi yang baru itu secara de jure tidak berbagi kekuasaan dengan
lembaga-lembaga lain.
Sementara
itu dalam perspektif Larry Diamond, konsolidasi demokrasi mencakup pencapaian
tiga agenda besar, yakni :
(a)
kinerja atau performance ekonomi dan politik dari rezim demokratis
(b)
institusionalisasi politik (penguatan birokrasi, partai politik, parlemen,
pemilu, akuntabilitas horizontal, dan penegakan hukum)
(c)
restrukturisasi hubungan sipil-militer yang menjamin adanya kontrol otoritas
sipil atas militer di satu pihak dan terbentuknya civil society yang otonom di
lain pihak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejak
Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut “NKRI”) menganut paham atau
ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan
Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham
Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasi yang
pernah ada di Indonesiai ini. Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi
menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1.
Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 )
2.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa
Demokrasi Liberal 1950 – 1959
b. Masa
Demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
3.
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
4. Pelaksanaan
Demokrasi Reformasi {1998 – Sekarang)
Salah satu
cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat.
Dapat
dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi. Pemilu 1955
merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu
Republik Indonesia berusia 10 tahun.
3.2 Saran
Sudah
sepantasnya kita sebagai negara yang berdemokrasi bisa menghargai pendapat
orang lain. Kita sebagai warga Negara harus ikut menciptakan Negara yang
berdemokrasi.Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi
tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita.
Harapan
dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja,
demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya
mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa
menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak
seperti masalah kesehatan dan pendidikan.Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan
mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan
mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan
negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi
rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa
menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan
rakyatnya.
Demokrasi
di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki
kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat
mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan
mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar
kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim,
Aim, Drs, M.Pd. 2004. Kewarganegaraan
untuk SMP Kelas II Jilid 2.
Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Hermawan,
Ruswandi dkk. (2006) . Perkembangan Masyarakat dan Budaya. Bandung : UPI PRESS
Wijianti,
S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005. Kewarganegaraan (Citizenship). Jakarta: Piranti Darma
Kalokatama.