Jumat, 29 Juni 2012

HUKUM KELUARGA


I. Pengertian hukum keluarga
pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998) :
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
sedangkan pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Salvicion dan Ara Celis (1989):
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Secara umum, hukum keluarga adalah hukum yang mengatur hubungan antara orangtua dan anak-anak, hubungan antara suami dan istri, serta mengatur hak-hak harta benda perkawinan
Hukum keluarga tidak lepas dari yang namanya perkawinan, karena keluarga ada dikarenakan adanya perkawinan. Kalau berbicara masalah keluarga kita juga harus tahu apa itu perkawinan, karena perkawinan berhubungan erat dengan keluarga. Keluarga sendiri ada dua, yaitu keluarga sedarah dan keluarga karena hubungan perkawinan
Kekeluargaan ditinjau dari hubungan darah atau bisa disebut dengan kekeluargaan sedarah ialah pertalian keluarga yang terdapat antara beberapa orang yang mempunyai keluhuran yang sama. Sedangkan kekeluargaan karena perkawinan ialah pertalian keluarga yang terdapat karena perkawinan antara seseorang dengan keluarga sedarah dari istri ( suaminya ).


II. Sumber-sumber hukum keluarga
Sumber Hukum Keluarga tertulis:
a. Kaidah-kaidah hukum yang bersumber dari undang-undang, yurisprodensi dan traktat.
b. KUHPerdata.
c. Peraturan perkawinan campuran.
d. UU No.32./1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
e. Dan lain sebagainya.
Sumber Hukum Keluarga yang tidak tertulis:
a. Kaidah-kaidah yang timbul, tambah dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.
III. Asas-asas hukum keluarga
Di dalam hukum keluarga terdapat tiga asas, asas perkawinan, asas putusnya perkawinan,dan asas harta benda dalam perkawinan.

Asas perkawinan
1. Asas monogami ( pasal 27 BW, pasal 3 UUP ) yang berbunyai:” Dalam waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya seorang suami ”.
2. Undang-undang yang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata ( pasal 26 BW ) yang berbunyi:” Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan dimuka petugas kantor pencatatan sipil “.
3. Perkawinan adalah suatu persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang prempuan dibidang hukum keluarga. Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri, dengan demikian jelaslah kalau perkawinan itu adalah persetujuan.
4. Perkawinan supaya dianggap sah, harus memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh undang-undang.


Syarat-syarat perkawinan dibedakan menjadi 2, yaitu syarat materiil dan syarat formil.
1. Syarat Materiil
Syarat Materil ada dua, yaitu syarat Materiil Absolute dan syarat Materiil Relative.
1. Syarat Materiil Absolute ialah syarat yang mengenai pribadi seorang yang harus dilakukan untuk perkawinan pada umumnya. Syarat ini adalah sebagai berikut:
  • Monogami
  • Persetujuan antara kedua calon suami istri.
  • Orang yang hendak kawin harus memenuhi batas umur minimal ( pasal 29 ).
    • Seorang perempuan yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu 300 hari setelah perkawinan yang dahulu dibubarkan ( pasal 34 ).
    • Untuk kawin di perlukan izin dari sementara orang ( pasal 35-49 ).
2. Syarat Materiil Relative ialah mengenai ketentuan-ketentuan yang merupakan larangan bagi seseorang untuk kawin dengan orang tertentu.ketentuan-ketentuan ini ada tiga macam:
  • Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat didalam kekeluargaan, sedarah atau karena perkawinan.
  • Larangan untuk kawin dengan orang yang mana orang tersebut pernah melakukan zina.
  • Larangan untuk memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian jika belum lewat waktu 1 tahun.
2. Syarat Formil
Syarat ini dapat dibagi dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan, dan syarat-syarat yang harus dipenuhi berbarengan dengan dilangsungkannya perkawinan itu.
1. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan adalah:
  • Pemberitahuan tentang maksud untuk kawin.
  • Pengumuman tentang maksud untuk kawin.
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi berbarengan dengan dilangsungkannya perkawinan, syarat-syarat ini diatur dalam pasal 71-82 yang antara lain menetukan:
  • Calon suami istri harus memperlihatkan akta kelahirannya masing-masing.
    • Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus diperlihatkan akta perceraian, akta kematian atau didalam hal ketidak hadiran suami ( istri ) yang dahulu.
    • Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung, tanpa pencegahan.
    • Dispensasi untuk kawin, didalam dispensasi itu diperlukan jika ada perselisihan pendapat antara pegawai catatan sipil dan calon suami istri tentang soal lengkap atau tidaknya surat-surat yang diperlukan untuk kawin.
Asas putusnya perkawinan

Ialah berakhirnya perkawinan yang dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh kematian, perceraian, atas putusan pengadilan. Menurut BW juga disebabkan tidak hadirnya suami istri selama 10 tahun, dan diikuti dengan perkawinan baru.
Alasan putusnya perkawinan:
  • Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, penjudi yang sukar untuk disembuhkan.
    • Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau diluar kemampuannya.
    • Salah satu pihak cacat badan atau penyakit sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Akibat putusnya perkawinan:
  • Baik suami istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya.
    • Bapak bertanggung jaawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.
    • Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada istrinya.
Asas harta benda dalam perkawinan

  • Harta benda yang dipearoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
    • Harta bawaan masing-masing dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah perkawinan dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang tidak ditentukan lain.
    • Bila perkawinan putus maka pembagian harta benda berdasarkan hokum




1. PENGAERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME (UU No. 1 Thn. 1974)
2. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Menurut UU No. 1 Thn. 1974 adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 s.d 12 adalah sebagai berikut :
1) adanya persetujuan kedua calon mempelai
2) adanya izin kedua orang tua (wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun
3) usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 Thn dan wanita mencapai 16 Thn.
4) Antara calon mempelai pria dan wanita tidak ada hubungan darah
5) Tidak ada dalam ikatan perkawinan
6) Tidak melarang ke3 kalinya untuk menikah
7) Tidak dalam masa idah bagi calon mempelai wanita
3. PENCATATAN DAN TATA CARA PERKAWINAN
  • Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kepada pegawai pencatat perkawinan (bagi beragama islam) dan kantor catatan sipil bagi non muslim
  • Pemberitahuan memuat nama, umur, agama, pekerjaan, tempat kediaman, pemberitahuan harus sudah disampaikan selambat-lambatnyan 10 hari
  • Setelah pegawai pencatatan menerima pemberitahuan maka pegawai pencatat perkawinan melakukan penelitian (pasal 6 ayat(2) PP No.9 1975)
  • Apabila ketentuan tentang pemberitahuan dan penelitian telah dilakukan maka melakukan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dan pengumuman tersebut ditanda tangani oleh pegawai pencatat perkawinan

4. PENCEGAHAN PERKAWINAN
Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan pernikahan (pasal 13 Jo. 20)
Orang-orang yang dapat mencegah pernikahan adalah:
1) para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah seorang mempelai
2) saudara dari salah seorang mempelai
3) wali nikah dari salah seorang mempelai
4) pihak-pihak yang berkepentingan
pencegahan perkawinan di ajukan kepada pengadilan dalam daerah hokum dengan memberitahukan kepada pegawai pencatat perkawinan
dengan BW pencegahan perkawinan ini di atur pada pasal-pasal 13 s.d 21 UU No. 1 Thn. 1974
5. PEMBATALAN PERKAWINAN
  • Perihal pembatalan perkawinan diatur dalam UU No. 1 Thn 1974 pasal 22 s.d 28 dan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pada pasal 37 dan 38
  • Permohonan pembatalan perkawinan harus disampaikan kepada pengadilan daerah
  • Permohonan pembatalan perkawinan tersebut dalam pasal 23,24, dan 27 UU No. 1 Thn. 1974 yaitu :
1) para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri
2) suami atau istri
3) pejabat berwenang

6. PERKAWINAN CAMPURAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang diindonesia tunduk pada hokum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsure-unsur perkawinan campuran :
1) perkawinan antara seorang pria dan wanita yang berbeda
2) di Indonesia tunduk pada hokum berlainan
3) karena perbedaan kewarganegaraan
syarat-syarat perkawinan campuran adalah menurut hokum yang berlaku kepada masing-masing pihak
bagi yang melakukan perkawinan campuran , dapat memperoleh kewernegaraan dari suami atau istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar