BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
kesejahteraan sosial dalam arti luas, pada dasarnya juga merupakan suatu upaya
pemberdayaan masyarakat. Bagi pelaku perubahan, hal yang dilakukan terhadap
kelompok sasaran, baik level mikro (individu, keluarga dan kelompok kecil);
level mezzo (organisasi dan komunitas), level makro (kota,regional dan nasional); maupun level
global (internasional), seringkali diidentikkan sebagai upaya memberdayakan
(mengembangkan kelompok sasaran dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi
mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pembangunan daerah di Indonesia
pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan
keanekaragaman persoalan sosial ekonomi dan politik yang bersifat kontradiktif.
Tuntutan globalisasi menempatkan isu demokratisasi dalam pemerintahan
ditempatkan pada kedudukan yang penting, karena itu daerah harus mencari cara
yang terbaik untuk mensejahterakan warganya.
Dalam
kaitan dengan konsep pemberdayaan banyak ahli membahas hal ini. Salah satunya
mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment), pada intinya, ditujukan
guna :
"to
help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing
the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by
increasing capacity and selfconfidence to use power and by trasfering power
from the environment to clients.”
(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan mementukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri
mereka, termasuk mengutrangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melakukan peningkatan kemampuan dan rasa percaya
diri untuk menggunakan daya yang ia milii, antara lain melaluyi transfer daya
dari lingkungannya.
Melihat
bahwa pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana
individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan meggusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka. Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai
suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan yang dikenal di bidang
pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama "Self-Determination". Prinsip
ini pada intinya mendorong klien untuk mementukan sendiri apa yang harus ia
lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi.
Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari
depannya.
Pemberdayaan
berasal dari kata berdaya yang memperoleh awalan dan akhiran pen-an. Kata
berdaya apabila diberi awalan dan akhiran akan melebur menjadi pemberdayaan.
Berdaya artinya mempunyai kekuatan dan kemampuan, yang didalamya tersimpan
potensi energi untuk bergerak dari satu tempat ketempat yang lain hal ini kita
kenal dengan konsep perubahan. Pen-an apabila disisipkan kata sifat akan
membentuk kata kerja. Jadi pemberdayaan adalah suatu usaha untuk meralisasikan
kekauatan dan kemampuan untuk mencapai perubahan atau keadaan dimana daerah
menumbuhkan kemampuan (kelompok) masyarakat, memfasilitasi dan memberikan
dorongan kepada masyarakat agar dapat bertanggung jawab atas peningkatan
kualitas kehidupannya.
Masyarakat
dalam pengertian secara etimologi adalah mereka yang bersama-sama menjadi
anggota suatu negara, yang harus dibina dan dilayani oleh administrasi
pemerintah setempat. Dari pengertian masyarakat tersebut nampak terlihat ada
kata dibina dan dilayani oteh pemerintah. Artinya ada accountability dari
pemerintah dalam usaha pembinaan dan pelayanan terhadap masyarakat. Pembinaan
dan pelayanan ini menhendaki adanya suatu usaha sadar pemerintah dalam
mensejahterakan masyarakat.
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari
dua pengertian diatas adalah bahwa Pemberdayaan Ekonomi Rakyat merupakan suatu
usaha untuk merealisasikan kekuatan dan kemampuan untuk mencapai perubahan
dengan melihat potensi sumberdaya yang ada, khususnya dalam bidang ekonomi
kepada mereka yang menjadi anggota dari suatu negara, dimana pemerintah sebagi
pihak yang memberikan pembinaan (bimbingan) dan pelayanan agar tercapai keadaan
sejahtera sehingga meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat, yang
dalam kondisi sekarang, tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah upaya memampukan,
memartabatkan, dan memandirikan rakyat.
B. Rumusan Masalah
1. Arti penting pemberdayaan ekonomi rakyat
2. Prospek dan tantangan pemberdayaan ekonomi
rakyat di Indonesia
3. Upaya pengembangan pemberdayaan ekonomi
rakyat
4. Globalisasi perekonomian serta dampaknya
C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami arti penting
pemberdayaan ekonomi rakyat
2. Untuk dapat menentukan prospek dan
tantangan pemberdayaan ekonomi rakyat di
Indonesia
3. Mengetahui upaya pengembangan
pemberdayaan ekonomi rakyat
4. Mengerti dan memahami globalisasi
perekonomian serta dampaknya
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Ekonomi Rakyat Serta Pemberdayaannya
Ekonomi
kerakyatan merupakan istilah relatif
baru. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Prof Sarbini Sumawinata, guru
besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada 1985, dalam
artikelnya di majalah Prisma. Dalam penjelasannya, Ekonomi Kerakyatan bukanlah
suatu ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai
cara, sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib
rakyat yang umumnya hidup di pedesaan. Asumsinya pada waktu itu adalah 80
persen penduduk Indonesia
hidup di pedesaan, 40 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan.
Konsep Ekonomi Kerakyatan dalam pandangan Sarbini adalah
bagian dari ideologi Sosialisme Kerakyatan, yang dicetuskan pendiri Partai
Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Sjahrir, pada 1947. Ekonomi Kerakyatan adalah
komponen ekonomi dari ideologi Sosialisme Kerakyatan yang mencakup berbagai
sektor kehidupan, bertolak dari suatu konsep politik kebudayaan yang berintikan
kebebasan, pembebasan, dan kemajuan—yang menganggap Marxisme dan Komunisme
adalah ajaran yang ketinggalan zaman. Penganut utama ideologi ini antara lain
adalah Soedjatmoko, Sarbini, dan muridnya, Dr Sjahrir.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan adalah suatu konsep
strategi pembangunan dalam konteks Indonesia. Inti konsep ini adalah
pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang
mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan, melalui
penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat kecil dalam
pengertian petit peuple atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya
sasaran atau pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku
ekonomi aktif. Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara
atau pemerintah. Hal itu dilakukan melalui alokasi anggaran khusus dan berbagai
kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan hambatan yang
merintangi kegiatan produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem kapitalisme
pasar bebas dan monopoli korporasi.
Dalam konsep ini, Sarbini tidak memasang target kuantitatif
pertumbuhan ekonomi, namun mensyaratkan besaran investasi. Misalnya, ia
memperkirakan bahwa untuk menciptakan lapangan kerja, setiap orang membutuhkan
investasi US$ 5.000 guna membangun 5.000 desa per tahun, dan dalam jangka waktu
10-15 tahun untuk membangun 50-60 ribu desa di seluruh Indonesia. Dana yang
sekarang disebut stimulus fiskal itu diarahkan untuk membangun sektor pertanian
dan kelautan, yang disertai dengan pengembangan industri kecil yang menyerap
tenaga kerja 10-15 orang per unit usaha atau kelompok.
Dalam konsep itu, ia tidak memikirkan dan bahkan menentang
subsidi yang menimbulkan moral-hazard. Dana itu harus dipergunakan untuk
memberdayakan pelaku ekonomi kecil melalui kredit. Untuk itu, diperlukan
pembentukan lembaga bank yang khusus. Ia juga tidak setuju dengan pelaksanaan
pembangunan melalui birokrasi, melainkan melalui dan untuk membentuk civil
society. Peranan lembaga ekonomi rakyat semacam koperasi, lumbung desa, dan LSM
dipandang sangat strategis.
Konsep Ekonomi Kerakyatan ini bagaikan pisau bermata dua.
Ia melawan dominasi korporasi kapitalis monopoli, tetapi juga menentang
Sosialisme-Stalinis, di mana negara mendominasi perekonomian masyarakat. Ia
melawan sistem pasar bebas, tapi juga menentang etatisme. Dalam dikotomi
Sosialisme-Kapitalisme, Ekonomi Kerakyatan Sarbini sebenarnya mengikuti teori
Ekonomi Keynesian, yang memandang penting peranan negara melalui
stimulus-fiskal.
Tentu ada persamaan dan perbedaan antara Ekonomi Keynesian
dan Ekonomi Kerakyatan. Persamaannya adalah keduanya bertujuan menciptakan
lapangan kerja baru, melalui peningkatan pendapatan, menciptakan daya beli, dan
permintaan efektif (effective demand). Keduanya adalah juga skema ekonomi
”Dorongan Besar” (Big Push) seperti dipikirkan oleh Hirshman.
Perbedaannya, dalam Keynesian seperti dilaksanakan pada
program New Deal AS dan pemulihan ekonomi Eropa Barat pasca-Perang Dunia II,
lapangan kerja diwujudkan melalui pembentukan unit ekonomi skala besar yang
didukung teknologi tinggi. Sebaliknya, dalam Ekonomi Kerakyatan kegiatan
ekonomi digerakkan oleh usaha-usaha skala kecil dengan dukungan teknologi madya
melalui industrialisasi pedesaan yang mencakup juga mekanisasi pertanian.
Perbedaan lain adalah bahwa fokus Ekonomi Keynesian adalah penciptaan lapangan
kerja dan permintaan efektif untuk menggerakkan industri yang telah mencapai
kelebihan produksi, sedangkan Ekonomi Kerakyatan lebih bertujuan untuk
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat (basic needs) yang berorientasi pada pasar
domestik.
Selama masa
krisis ekonomi di
Indonesia pada dekade
terakhir di abad
ke-20 sampai
ke-21,sesungguhnya ekonomi rakyat
mampu menunjukkan daya
tahan yang luar
biasa dalam menghadapi gempuran krisis multi-demensional yang
melanda negeri ini. Ketika
banyak perusahaan besar
mengalami kebangkrutan,
perekonomian rakyat justru
mampu bertahan di
tengah badai krisis
yang melanda. Walaupun keberpihakan
Negara (pemerintah) kepada
ekonomi kerakyatan selama
ini dirasakan kurang, mereka masih
mampu bertahan dalam
terpaan krisis ekonomi
di negeri ini. Oleh
karena itu, kebijakan pemberdayaan
ekonomi rakyat merupakan
jalan alternatif lain yang tidak
bisa lagi ditunda-tunda
untuk mengembangkan perekonomian
di Indonesia. Yang amat
diperlukan sekarang adalah
kebijakan yang sebenarnya
tidak mahal, yaitu perlindungan
dan pemihakan sepenuh
hati pada kepentingan-kepentingan perekonomian
rakyat.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
dan upaya-upaya keras untuk mengatasinya telah memicu munculnya pandangan yang
berbeda-beda. Khusus tentang kebijakan dan program untuk mengerakan kembali
roda kegiatan ekonomi rakyat yang ikut terpuruk, muncul dua pendapat yang
berbeda;
Pertama,
perlunya membantu ekonomi rakyat melelui restrukturisasi sektor modern,
terutama sektor perbankan.
Kedua,diperlukanya
upaya langsung dalam pemberdayaan ekonomi rakyat.
Program-program yang langsung
memberdayakan ekonomi rakyat banyak dicurigai, karena dikhawatirkan menjadi
program belas kasihan yang tidak akan membawa hasil. Kecuriggan itu
mengindikasikan ada banyak hal yang tidak dipahami berkaitan dengan ekonomi
rakyat dalam perekonomian nasional. Dalam krisis ekonomi yang melanda Indonesia,
ekonomi rakyat justru terbukti mampu bertahan dan menyesuaikan diri. Oleh
karena itu, upaya struktural maupun kultural untuk memberdayakan ekonomi rakyat
perlu dilakukan.
Jika
mencermati perkembangan empirik yang ada, kesan kuat yang muncul adalah sektor
ekonomi rakyat justru menjadi katup pengaman bagi perekonomian Indonesia.
Pada masa perekonomian stabil, ekonomi rakyat berkembang secara alami, tanpa
terlalu banyak mendapatkan bantuan dan perlindungan dari pemerintah, serta
terus tumbuh dan memberi andil pada pertumbuhan ekonomi nasional, meskipun
secara proporsional pertumbuhannya lebih lambat dibanding sektor ekonomi besar
dan modern.
Pada
masa krisis, ekonomi rakyat justru menjadi penyelamat kemerosotan yang cukup
besar dalam perekonomian nasional, meski menerima limpahan beban kebangkrutan ekonomi yang disebabkan
oleh sektor ekonomi besar dan modern yang hanya ditopang oleh hutang. Ada beberapa hal yang bisa
dijadikan alasan mengapa ekonomi rakyat dapat bertahan di tengah krisis, yaitu
:
Pertama,
terkait dengan struktur PDB kita yang lebih banyak disumbang oleh besarnya
pengeluaran konsumsi yang bada umumnya memiliki pola permintaan inelastic
pendapatan. Barang-barang konsumsi ini dihasilkan oleh sektor ekonomi rakyat.
Kedua, sektor
ekonomi rakyat tidak banyak mengandalkan sumber dana dari pihak ketiga,
sehingga meskipun sektor keuangan dilanda krisis, hal ini tidak banyak
berpengaruh terhadap usaha ekonomi rakyat.
Ketiga, sektor
ekonomi rakyat fleksibel untuk keluar masuk pasar, menyesuaikan dengan situasi
permintaan yang ada, sehingga sektor ini dapat tetap bertahan di pasar pada
kondisi apapun.
Dengan
melihat kenyataan tersebut, menjadi sangat wajar bila kemudian sekaligus muncul
optimisme untuk memberdayakan ekonomi rakyat dan sekaligus menempatkannya pada
garda terdepan dalam perekonomian nasional. Optimisme untuk memberdayakan
ekonomi rakyat didasari pula oleh suatu kenyataan sebagai berikut :
a. Jumlah usaha kecil dan menengah (UKM)
dalam ekonomi rakyat cukup besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi.
Sebagai ilustrasi, pada 1979 jumlah UKM yang volume penjualannya di bawah satu
miliar rupiah telah mencapai 90% dari total unit usaha nasional.
b. Ekonomi rakyat cenderung berkembang
berdasarkan basis keunggulan komparatif, sehingga potensinya sangat besar dalam
penyerapan tenaga kerja lebih tinggi daripada unit usaha menengah dan besar,
karena setiap unit investasi di usaha kecil dapat menciptakan lebih banyak kesempatan
kerja.
Dalam ekonomi kerakyatan yang
diharapkan akan mampu mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Harus ada usaha keras
untuk memberdayakan ekonomi rakyat. Pola pemberdayaan yang dilakukan adalah
upaya untuk menciptakan kemandirian bagi ekonomi rakyat yaitu koperasi dan UKM,
guna menciptakan nilai tambah. Sedangkan penciptaan nilai tambah bagi koperasi
dan UKM dilakukan melalui perbaikan pada :
(1)
Akses terhadap sumber daya; (2) Akses terhadap teknologi;
(3) Akses terhadap
informasi pasar ; dan (4) Akses terhadap sumber pembiayaan.
Upaya
tersebut memerlukan peran aktif pemerintah yang tidak hanya memberikan bantuan
dengan belas kasihan, tetapi sekaligus pula mengupayakan fasilitas dan program
untuk memberdayakan ekonomi rakyat jadi lebih produktif. Selama ini, fasilitas
dan program pemerintah dalam sektor ekonomi masih sangat terbatas yang bisa
diakses dalam usaha kecil dan menengah.
Sebagai gambaran, berikut ini ditampilkan sebuah tabel yang
menggambarkan fasilitas pembiayaan dari sektor perbankan. Sejauh ini, alokasi
kredit yang diberikan bank-bank masuk ke sektor modern yang hanya digeluti oleh
sebagian kecil masyarakat.
Kredit Perbankan Berdasarkan 1989 s.d 1998 (dalam rupiah)
SEKTOR
|
TAHUN
|
1989
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
Jumlah
kredit
|
44.943
|
196.149
|
242.423
|
306.125.
|
384.551
|
-
Pertanian
|
4.311
|
14.291
|
15.820
|
18.845
|
23.499
|
-
Pertambangan
|
388
|
954
|
1.224
|
2.736
|
4.066
|
-
Perindustrian
|
15.683
|
62.987
|
73.023
|
81.234
|
108.023
|
-
Perdagangan
|
14.687
|
45.364
|
56.232
|
73.462
|
85.918
|
-
Jasa
|
6.996
|
52.378
|
69.454
|
96.503
|
124.039
|
-
Lain-lain
|
2.8996
|
20.195
|
26.661
|
33.343
|
39.006
|
Sumber : Bank Indonesia
Dari
tabel tersebut tampak bahwa sektor pertanian hanya menikmati sebagian kecil
dari kredit yang ada, sedangkan sektor industri, perdagangan, dan jasa –meskipun
penyerapan tenaga kerja mereka relative sedikit - merupakan penyerap terbanyak
dari kredit perbankan nasional. Sebagai gambaran, dalam konteks perekonomian
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya, telah terjadi penurunan fungsi
intermediasi perbankan yang cukup mempriahatinkan. Bila pada 1996 rata-rata LDR
(Loan to Deposit Ratio) seluruh bank
mencapai kurang lebih 57%, pada tahun 2001 hanya sekitar 26%. Menurunnya LDR
tersebut, diperkirakan bahwa sebagian besar sector ekonomi DIY yang didominasi
oleh UKM belum dapat memanfaatkan jasa pembiayaan perbankan karena akses untuk
mendapatkannya tidak mudah, apalagi bagi mereka yang berada pada sektor
informal. Akibatnya, mereka terpaksa meminjam dari lembaga keuangan informal
yang tingkat bunganya lebih tinggi pada tingkat bunga bank umum. Hal ini
menjadi sangat ironis, karena UKM
terpaksa harus menanggung biaya produksi yang tinggi. Sementara itu,
unit usaha besar, yang telah banyak mendapatkan berbagai fasilitas dan
perlindungan, dapat memperoleh tingkat bunga yang rendah, sehingga mereka dapat
berproduksi dengan biaya yang relative
rendah pula.
2. Prospek Dan
Tantangan Perekonomian Rakyat
Para pengamat ekonomi seringkali
melontarkan kritik terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia yang terlalu terorientasi
pada pertumbuhan, karena dengan begitu perekonomian rakyat cenderung akan
terabaikan. Padahal GBHN sendiri sudah sejak lama menempatkan aspek pemerataan
dalam urutan pertama dalam Trilogi Pembangunan Indonesia. Dengan ditempatkannya
pemerataan sebagai logi pertama, dalam proyeksi masa depan perekonomian Indonesia,
perhatian seharusnya lebih diarahkan pada prospek perekonomian rakyat, bukan
hanya pada prospek pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh sekelompok kecil
pengusaha.
Upaya
untuk memberdayakan ekonomi rakyat, khususnya koperasi dan UKM (Usaha Kecil
Menengah), dimaksudkan agar mereka mampu berkembang menjadi usaha yang tangguh
atau mandiri dan memperkuat struktur perekonomian nasional. Ini merupakan
tantangan sekaligus prospek yang amat baik dan harus diperjuangkan. Di pihak
lain, untuk melengkapi tantangan dan prospek tersebut, beberapa kendala yang
dihadapi UKM dan koperasi, antara lain :
1.
Lemahnya
akses dan perluasan pasar.
2.
Lemanya
akses permodalan
3.
Akses yang
terbatas dalam pemanfaatan informasi dan teknologi
4.
Pembentukan
jaringan usaha/ kerja yang lemah
Kendala tersebut perlu segera diatasi
guna menghadapi tantangan yang makin berat dalam era investasi dan perdagangan
bebas yang dicirikan oleh makin ketatnya persaingan antar-pelaku ekonomi. Melalui paradigma baru, pembangunan
diharapkan tidak lagi terjadi pemusatan aset ekonomi produktif pada segelintir
orang atau golongan. Sebaliknya, paradigma baru ini dimaksudkan untuk
memperluas aset ekonomi produktif di tangan rakyat; meningkatkan partisipasi
dan advokasi rakyat dalam proses pembangunan; berkembangnya basis ekonomi
wilayah di tingkat kabupaten dan pedesaan; meluasnya kesempatan usaha bagi
koperasi dan UKM; dan pemerataan serta keadilan bagi rakyat dalam menikmati
hasil-hasil pembangunan. Semua itu mencirikan bahwa prospek pemberdayaan
ekonomi rakyat dalam era reformasi dan perdagangan bebas menjadi sangat
penting. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi rakyat perlu menumbuhkan iklim
usaha yang kondusif, dan bersama-sama masyarakat dan dunia usaha itu sendiri
membangun pembinaan dan pengembangan.
Beberapa
aspek yang perlu menjadi perhatian adalah pendanaan, perizinan usaha,
persaiangan, prasarana, informasi, kemitraan, kewirausahaan, dan perlindungan.
Sementara itu, dalam rangka pembinaan dan pengembangan ekonomi rakyat, berbagai
bidang yang menjadi target adalah industri pengolahan, pemasaran, sumber daya
manusia, advokasi, dan teknologi.
Sementara
itu, kecenderungan perekonomian yang kian terbuka akibat globalisasi ekonomi
dan pasar bebas akan menimbulkan tantangan baru bagi ekonomi kerakyatan ini.
dalam sitem ekonomi terbuka dan persaingan bebas yang cukup ketat, hanya usaha
yang memiliki akses terhadap faktor produksi yang akan berpeluang untuk dapat
bertahan atau memenangkan pertandingan dalam persaingan pasara bebas. Akibat
yang paling pahit adalah bahwa keadaan ekonomi kerakyatan akan menjadi semakin
tercerai-berai di tengah terpaan gelombang globalisasi tersebut. Dalam
kenyataan ini berarti pengembangan ekonomi kerakyatan harus meniscayakan adanya
reorientasi strategi pembangunan yang memihak kepada rakyat banyak, atau
setidaknya, memberi peluang kepada sebagian besar rakyat untuk terlibat dalam
proses pembangunan ekonomi tersebut, sehingga mereka berkesempatan menikmati hasil
atas keterlibatannya secara layak. Hal ini berarti memerlukan suatu
pemberdayaan ekonomi rakyat dengantujuan memperbesar kemampuannya dalam
melakukan aktifitas ekonomi. Dengan demikian, kebijakan yang ada memang harus
memihak pada ekonomi rakyat dalam rangka memperkuat posisinya untuk bersaing di
pasar yang kian terbuka tersebut.
2.1 Kekayaan
Apabila di satu sisi kita masih
mengenal 25.9 juta penduduk miskin maka dengan cara perhitungan yang hampir
sama, kita dewasa ini (1993) bias menemukan lebih dari 37 juta penduduk
Indonesia yang termasuk “kaya” (affluesnt).
Kehadiran penduduk kaya atau berpendapatan tinggi selalu merupakan peluang bagi
perkembangan dunia bisnis, karena kelompok ini memiliki daya beli tinggi yang
sanggup menyerap produksi (dan impor) barang-barang bernilai tinggi. Misalnya
kendaraan bermotor yang sebenarnya cukup mahal di Indonesia (dikatakan termahal di
dunia), itu huga masih diperebutkan oleh pembeli, bahkan ada kecenderungan
“makin mahal atau makin baru sebuah mobil makin banyak pembelinya”.
Inilah
salah satu rahasia pertumbuhan ekonomi selama ini, karena sekelompok penduduk
Indonesia memang telah meningkat pendapatannya dengan sangat cepat, sehingga
mampu menyerap begitu banyak barang-barang yang diproduksi, yang sebagian besar
komponennya masih diimpor, atau bahkan yang sepenuhnya diimpor dengan devisa
yang mahal.
Namun
akibat yang jelas dari pemanfaatan peluang bisnis barang-barang mewah adalah
tersedotnya sumber daya bangsa ke sana,
dan dikesampingkannya produksi barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan
kelompok miskin atau kelompok menengah ke bawah.
Akibat
dari pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan kemampuan kelompok ekonomi kuat
adalah semakin kuatnya kelompok ini, sedangkan klompok ekonomi lemah menjadi
tertinggal. Dan akibat lbih lanjut adalah meningkatnya ketimpangan ekonomi dan
sosial. Inilah kecenderungan yang sudah mulai dikhawatirkan pada akhir Repelita
(Peristiwa Malari 1974), namun karena waktu itu agak dirmehkan, maka kemudian
mnjadi berlebihan dan smakin sulit diatsi.
Dalam
pada itu apabila keberhasilan sekelompok kecil pengusaha ekonomi kuat bisa
dianggap sebagai peluang, maka tindakan dan perilaku bisnis mereka harus kita
arahkan menuju pengembangan sektor-sektor yang menyangkut ekonomi rakyat, terutama berupa kaitan kemitraan usaha.
Mkanisme
kemitraan usaha ini sudah banyak dicoba dalam berbagai cabang industri dengan
hasil yang rupanya masih kurang memuaskan, antara lain karena usaha-usaha besar
sulit diharapkan mrugi dalam bisnisnya. Dalam hal ini rupanya tidak ada jalan
lain kcuali tuun tangannya pemerintah untuk melalui kebijaksanaan yang tegas
melindungi dan mengembangkan usaha-usaha kecil dan lemah. Apabila pada awal
industrialisasi pemintah memberikan poteksi bagi industri-industri dalam negeri
yang sedang tumbuh (infant industries), maka
kondisi ekonomi kita dewasa inji kembali mnghendaki adanya perlindungan yang
sungguh-sungguh terhadap usaha-usaha kecil. Inilah pluang sekaligus tantangan
pengembangan ekonomi rakyat yang
memerluakn perhatian kita semua.
2.2 Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh
dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial
negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan
hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu
negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan
perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu
pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar
internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya
produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng,
perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam
bentuk-bentuk berikut:
Globalisasi
produksi, di
mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan
sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik
karena upah buruh
yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai
ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini
menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing
merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
Globalisasi
pembiayaan.
Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan
investasi
(baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia.
Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan
telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah
memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer)
bersama mitrausaha dari manca negara.
Globalisasi
tenaga kerja.
Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia
sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga
kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang
biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human
movement akan semakin mudah dan bebas.
Globalisasi
jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat
mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan
teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan
komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai
belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana
jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera
masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera
global.
Globalisasi
Perdagangan.
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta
penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan
perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat
bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi
secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara
nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang
ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.
2.2.1 Kebaikan
globalisasi ekonomi
Produksi global
dapat ditingkatkan
Pandangan
ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David
Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan
dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh
keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang
meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
Meningkatkan
kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan
yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih
banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan
barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang
lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
Meluaskan
pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan
luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar
yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
Dapat
memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal
dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara
berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga
terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
Menyediakan
dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan
sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh
perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan
swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank
atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang
memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan
modal yang dibutuhkan tersebut.
2.2.2 Keburukan globalisasi
ekonomi
Menghambat
pertumbuhan sektor industri
Salah
satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri
yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak
dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada
industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan
luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang
untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu,
ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional
semakin meningkat.
Memperburuk
neraca pembayaran
Globalisasi
cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila
suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini
dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari
globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor
produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang
bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi
ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat
buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit
Sektor
keuangan semakin tidak stabil
Salah
satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal)
portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana
luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana
ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai
uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di
pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca
pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik
merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk
kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
memperburuk
prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila
hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya
menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan
mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional
dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah
pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya,
apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi
jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil
dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
2.3 Potensi
Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Bentuk lain kredit mikro yang diakui keberhasilannya oleh
dunia adalah pola Grameen Bank yang dirancang untuk memecahkan Perkreditan bagi
keluarga miskin. Modal ini terbukti telah berhasil membangkitkan kegiatan
ekonomi bagi kelompok penduduk miskin di Bangladesh, sehingga dianggap sangat
sesuai untuk memecahkan penyediaan modal bagi penciptaan kegiatan produktif
untuk penduduk miskin. Mat Syukur (2001) dalam hasil studinya mengemukakan
bahwa Karya Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan reflikasi gremeen bank sangat
efektif sebagai instrumen delivery untuk kelompok sasaran, namun sustainability
dari program ini tanpa dukungan dari luar yang terus menerus masih
dipertanyakan, demikian juga daya saing terhadap produk kredit mikro lain belum
secara nyata menunjukan keunggulannya. Di dunia memang diakui bahwa Grameen
Bank adalah sistem perbankan sosial yang terbaik dan paling berhasil, sehingga
menjadi model yang tepat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi kelompok
penduduk miskin.
Jika BRI unit telah diakui sebagai The Biggest and The Best
Micro Banking System in the world, maka Grameen Bank adalah The Best Social
Banking System, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk memobilisasi dana
masyarakat dan kegiatan usaha secara komersial yang sehat tanpa subsidi untuk
perbankan mikro seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit. Sementara Grameen Bank
terletak pada kemampuannya untuk menjangkau masyarakat miskin menjadi produktif
dan siap masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta memanfaatkan mekanisme
perbankan yang biasa, meskipun akhirnya juga dikerjakan oleh Grameen Bank
sendiri tapi tidak tertutup untuk menjadi nasabah bank lain. Di Indonesia yang
memiliki kekuatan koperasi sebagai sumber pembiayaan mikro terbesar kedua
setelah BRI-Unit, struktur kelembagaannya masih sangat terfragmentasi dan belum
bergerak sebagai sistem kembaga keuangan yang efisien, oleh karena daya
dobraknya tidak dapat kelihatan meluas dan terkesan kurang produktif. Di negara
seperti Kanada, India,
Korea,
dan lain-lain lembaga keuangan mikro yang diselenggarakan koperasi menjadi kekuatan
efektif untuk pembiayaan anggota koperasi baik para petani, peternak, produsen,
maupun konsumen.
Pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup luas
karena :
1. Usaha
mikro dan kecil belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh LKM yang
ada
2. LKM
berada di tengah masyarakat
3. Ada potensi menabung oleh
masyarakat karena rendahnya penyerapan investasi didaerah, terutama di pedesaan
4. Dukungan
dari lembaga dalam negeri dan internasional cukup kuat
Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya adalah
kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank :
1.
Tidak memiliki persyaratan yang memadai
2.
Tidak memiliki agunan yang cukup
3. Biaya transaksinya mahal / tinggi
4. Lokasi kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor cabangnya
Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat
diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini
mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank.
Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki
perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Pada dasarnya negara Indonesia mempunyai potensi yang sangat bagus
dalam pross pemberdayaan dan pengembangan perekonomian di Indonesia. Indonesia memiliki sumber daya yang
berlimpah, namun pemanfaatan sumber daya tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal.
Pemberdayaan ekonomi kerakyatan juga
merupakan bagian integral dalam mewujudkan ketahanan nasional di bidang
ekonomi. Gempuran ekonomi global harus diimbangi dengan penguatan pondasi
ekonomi dalam negeri. Oleh karenanya, sistem ekonomi kerakyatan harus diperkuat
dengan keberpihakan pemerintah dalam mberdayakan ekonomi rakyat. Dengan ekonomi
rakyat yang tangguh, ketahanan nasional di bidang ekonomi bisa diwujudkan
Posisi LKM dalam pemberdayaan UKM, terutama
usaha mikro sangat strategis karena 97% usaha kecil adalah usaha mikro yang belum
terjangkau pelayanan perbankan. Perkuatan LKM selain menyangkut dengan lemahnya
SDM juga tidak adanya jaringan yang memungkinkan terjadinya inter lending.
Disamping itu pengembangan UKM memerlukan kehadiran lembaga pendukung agar
posisi LKM, penabung dan peminjam terlindungi dari berbagai resiko. Lembaga
keuangan mikro dapat didudukkan sebagai energi pemberdayaan UKM, terutama untuk
pembentukan proses nilai tambah dan peningkatan taraf hidup lapisan masyarakat
bawah
2.
SARAN
Akan lebih baik apabila ada keseimbangan
antara kemampuan proses pemanfaatan sumber daya alam dengan sumber daya
manusia, karena jika kedua unsur tersebut sudah terpenuhi, maka peningkatan
taraf hidup warga di Indonesia
akan bisa dicapai. Selain itu penciptaan inovasi-inovasi baru dalam
perekonomian akan sangat menunjang kelayakan dan kemajuan sistem perekonomian
di Indonesia. Warga Indoesia akan terlepas dari belenggu kemiskinan, serta
dapat menghadapi globalisasi dengan bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Cipto, Bambang,
Haedar Nashir dkk. 2002. Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi, Pendidikan dan
Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Mubyarto. 1997. Ekonomi Rakyat Program IDT dan
Demokrasi Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.
Sumber Internet :
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_7/artikel_1.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
http://arieflmj.wordpress.com/2010/01/25/liberalisasi-perdagangan-dunia-ancaman-atau-tantangan-bagi-negara-negara-dunia-ketiga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar