Jumat, 29 Juni 2012

MAKALAH CIVIC EDUCATION


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial dalam arti luas, pada dasarnya juga merupakan suatu upaya pemberdayaan masyarakat. Bagi pelaku perubahan, hal yang dilakukan terhadap kelompok sasaran, baik level mikro (individu, keluarga dan kelompok kecil); level mezzo (organisasi dan komunitas), level makro (kota,regional dan nasional); maupun level global (internasional), seringkali diidentikkan sebagai upaya memberdayakan (mengembangkan kelompok sasaran dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pembangunan daerah di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keanekaragaman persoalan sosial ekonomi dan politik yang bersifat kontradiktif. Tuntutan globalisasi menempatkan isu demokratisasi dalam pemerintahan ditempatkan pada kedudukan yang penting, karena itu daerah harus mencari cara yang terbaik untuk mensejahterakan warganya.

Dalam kaitan dengan konsep pemberdayaan banyak ahli membahas hal ini. Salah satunya mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment), pada intinya, ditujukan guna :

"to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and selfconfidence to use power and by trasfering power from the environment to clients.”

(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan mementukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengutrangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melakukan peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia milii, antara lain melaluyi transfer daya dari lingkungannya.

Melihat bahwa pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan meggusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan yang dikenal di bidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama "Self-Determination". Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk mementukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.

Pemberdayaan berasal dari kata berdaya yang memperoleh awalan dan akhiran pen-an. Kata berdaya apabila diberi awalan dan akhiran akan melebur menjadi pemberdayaan. Berdaya artinya mempunyai kekuatan dan kemampuan, yang didalamya tersimpan potensi energi untuk bergerak dari satu tempat ketempat yang lain hal ini kita kenal dengan konsep perubahan. Pen-an apabila disisipkan kata sifat akan membentuk kata kerja. Jadi pemberdayaan adalah suatu usaha untuk meralisasikan kekauatan dan kemampuan untuk mencapai perubahan atau keadaan dimana daerah menumbuhkan kemampuan (kelompok) masyarakat, memfasilitasi dan memberikan dorongan kepada masyarakat agar dapat bertanggung jawab atas peningkatan kualitas kehidupannya.

Masyarakat dalam pengertian secara etimologi adalah mereka yang bersama-sama menjadi anggota suatu negara, yang harus dibina dan dilayani oleh administrasi pemerintah setempat. Dari pengertian masyarakat tersebut nampak terlihat ada kata dibina dan dilayani oteh pemerintah. Artinya ada accountability dari pemerintah dalam usaha pembinaan dan pelayanan terhadap masyarakat. Pembinaan dan pelayanan ini menhendaki adanya suatu usaha sadar pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat.

Kesimpulan yang dapat kita tarik dari dua pengertian diatas adalah bahwa Pemberdayaan Ekonomi Rakyat merupakan suatu usaha untuk merealisasikan kekuatan dan kemampuan untuk mencapai perubahan dengan melihat potensi sumberdaya yang ada, khususnya dalam bidang ekonomi kepada mereka yang menjadi anggota dari suatu negara, dimana pemerintah sebagi pihak yang memberikan pembinaan (bimbingan) dan pelayanan agar tercapai keadaan sejahtera sehingga meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat, yang dalam kondisi sekarang, tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah upaya memampukan, memartabatkan, dan memandirikan rakyat.

B. Rumusan Masalah

1.      Arti penting pemberdayaan ekonomi rakyat

2.      Prospek dan tantangan pemberdayaan ekonomi rakyat di Indonesia

3.      Upaya pengembangan pemberdayaan ekonomi rakyat

4.      Globalisasi perekonomian serta dampaknya

C. Tujuan

1.      Mengerti dan memahami arti penting pemberdayaan ekonomi rakyat

2.      Untuk dapat menentukan prospek dan tantangan pemberdayaan ekonomi rakyat  di Indonesia

3.      Mengetahui upaya pengembangan pemberdayaan ekonomi rakyat

4.      Mengerti dan memahami globalisasi perekonomian serta dampaknya



BAB II

PEMBAHASAN

1.      Ekonomi Rakyat Serta Pemberdayaannya

Ekonomi  kerakyatan  merupakan istilah  relatif  baru. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Prof Sarbini Sumawinata, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pada 1985, dalam artikelnya di majalah Prisma. Dalam penjelasannya, Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara, sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang umumnya hidup di pedesaan. Asumsinya pada waktu itu adalah 80 persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, 40 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan.

Konsep Ekonomi Kerakyatan dalam pandangan Sarbini adalah bagian dari ideologi Sosialisme Kerakyatan, yang dicetuskan pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Sjahrir, pada 1947. Ekonomi Kerakyatan adalah komponen ekonomi dari ideologi Sosialisme Kerakyatan yang mencakup berbagai sektor kehidupan, bertolak dari suatu konsep politik kebudayaan yang berintikan kebebasan, pembebasan, dan kemajuan—yang menganggap Marxisme dan Komunisme adalah ajaran yang ketinggalan zaman. Penganut utama ideologi ini antara lain adalah Soedjatmoko, Sarbini, dan muridnya, Dr Sjahrir.

Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan adalah suatu konsep strategi pembangunan dalam konteks Indonesia. Inti konsep ini adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat kecil dalam pengertian petit peuple atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif. Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara atau pemerintah. Hal itu dilakukan melalui alokasi anggaran khusus dan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan hambatan yang merintangi kegiatan produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem kapitalisme pasar bebas dan monopoli korporasi.

Dalam konsep ini, Sarbini tidak memasang target kuantitatif pertumbuhan ekonomi, namun mensyaratkan besaran investasi. Misalnya, ia memperkirakan bahwa untuk menciptakan lapangan kerja, setiap orang membutuhkan investasi US$ 5.000 guna membangun 5.000 desa per tahun, dan dalam jangka waktu 10-15 tahun untuk membangun 50-60 ribu desa di seluruh Indonesia. Dana yang sekarang disebut stimulus fiskal itu diarahkan untuk membangun sektor pertanian dan kelautan, yang disertai dengan pengembangan industri kecil yang menyerap tenaga kerja 10-15 orang per unit usaha atau kelompok.

Dalam konsep itu, ia tidak memikirkan dan bahkan menentang subsidi yang menimbulkan moral-hazard. Dana itu harus dipergunakan untuk memberdayakan pelaku ekonomi kecil melalui kredit. Untuk itu, diperlukan pembentukan lembaga bank yang khusus. Ia juga tidak setuju dengan pelaksanaan pembangunan melalui birokrasi, melainkan melalui dan untuk membentuk civil society. Peranan lembaga ekonomi rakyat semacam koperasi, lumbung desa, dan LSM dipandang sangat strategis.

Konsep Ekonomi Kerakyatan ini bagaikan pisau bermata dua. Ia melawan dominasi korporasi kapitalis monopoli, tetapi juga menentang Sosialisme-Stalinis, di mana negara mendominasi perekonomian masyarakat. Ia melawan sistem pasar bebas, tapi juga menentang etatisme. Dalam dikotomi Sosialisme-Kapitalisme, Ekonomi Kerakyatan Sarbini sebenarnya mengikuti teori Ekonomi Keynesian, yang memandang penting peranan negara melalui stimulus-fiskal.

Tentu ada persamaan dan perbedaan antara Ekonomi Keynesian dan Ekonomi Kerakyatan. Persamaannya adalah keduanya bertujuan menciptakan lapangan kerja baru, melalui peningkatan pendapatan, menciptakan daya beli, dan permintaan efektif (effective demand). Keduanya adalah juga skema ekonomi ”Dorongan Besar” (Big Push) seperti dipikirkan oleh Hirshman.

Perbedaannya, dalam Keynesian seperti dilaksanakan pada program New Deal AS dan pemulihan ekonomi Eropa Barat pasca-Perang Dunia II, lapangan kerja diwujudkan melalui pembentukan unit ekonomi skala besar yang didukung teknologi tinggi. Sebaliknya, dalam Ekonomi Kerakyatan kegiatan ekonomi digerakkan oleh usaha-usaha skala kecil dengan dukungan teknologi madya melalui industrialisasi pedesaan yang mencakup juga mekanisasi pertanian. Perbedaan lain adalah bahwa fokus Ekonomi Keynesian adalah penciptaan lapangan kerja dan permintaan efektif untuk menggerakkan industri yang telah mencapai kelebihan produksi, sedangkan Ekonomi Kerakyatan lebih bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat (basic needs) yang berorientasi pada pasar domestik.

Selama  masa  krisis  ekonomi  di  Indonesia  pada  dekade  terakhir  di  abad  ke-20 sampai  ke-21,sesungguhnya  ekonomi  rakyat  mampu  menunjukkan  daya  tahan  yang  luar  biasa  dalam menghadapi  gempuran krisis  multi-demensional  yang  melanda  negeri  ini. Ketika  banyak  perusahaan  besar  mengalami  kebangkrutan, perekonomian  rakyat  justru  mampu  bertahan  di  tengah  badai  krisis  yang  melanda. Walaupun  keberpihakan  Negara  (pemerintah)  kepada  ekonomi  kerakyatan  selama  ini  dirasakan  kurang, mereka  masih   mampu  bertahan  dalam  terpaan  krisis  ekonomi  di  negeri  ini. Oleh  karena  itu, kebijakan  pemberdayaan  ekonomi  rakyat  merupakan  jalan  alternatif lain yang  tidak  bisa  lagi  ditunda-tunda  untuk   mengembangkan  perekonomian  di  Indonesia. Yang  amat  diperlukan  sekarang  adalah  kebijakan  yang  sebenarnya  tidak  mahal, yaitu  perlindungan  dan  pemihakan  sepenuh  hati  pada  kepentingan-kepentingan  perekonomian  rakyat.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan upaya-upaya keras untuk mengatasinya telah memicu munculnya pandangan yang berbeda-beda. Khusus tentang kebijakan dan program untuk mengerakan kembali roda kegiatan ekonomi rakyat yang ikut terpuruk, muncul dua pendapat yang berbeda;

Pertama, perlunya membantu ekonomi rakyat melelui restrukturisasi sektor modern, terutama sektor perbankan.

Kedua,diperlukanya upaya langsung dalam pemberdayaan ekonomi rakyat.

Program-program yang langsung memberdayakan ekonomi rakyat banyak dicurigai, karena dikhawatirkan menjadi program belas kasihan yang tidak akan membawa hasil. Kecuriggan itu mengindikasikan ada banyak hal yang tidak dipahami berkaitan dengan ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Dalam krisis ekonomi yang melanda Indonesia, ekonomi rakyat justru terbukti mampu bertahan dan menyesuaikan diri. Oleh karena itu, upaya struktural maupun kultural untuk memberdayakan ekonomi rakyat perlu dilakukan.

            Jika mencermati perkembangan empirik yang ada, kesan kuat yang muncul adalah sektor ekonomi rakyat justru menjadi katup pengaman bagi perekonomian Indonesia. Pada masa perekonomian stabil, ekonomi rakyat berkembang secara alami, tanpa terlalu banyak mendapatkan bantuan dan perlindungan dari pemerintah, serta terus tumbuh dan memberi andil pada pertumbuhan ekonomi nasional, meskipun secara proporsional pertumbuhannya lebih lambat dibanding sektor ekonomi besar dan modern.

            Pada masa krisis, ekonomi rakyat justru menjadi penyelamat kemerosotan yang cukup besar dalam perekonomian nasional, meski menerima limpahan  beban kebangkrutan ekonomi yang disebabkan oleh sektor ekonomi besar dan modern yang hanya ditopang oleh hutang. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan alasan mengapa ekonomi rakyat dapat bertahan di tengah krisis, yaitu :

Pertama, terkait dengan struktur PDB kita yang lebih banyak disumbang oleh besarnya pengeluaran konsumsi yang bada umumnya memiliki pola permintaan inelastic pendapatan. Barang-barang konsumsi ini dihasilkan oleh sektor ekonomi rakyat.

Kedua, sektor ekonomi rakyat tidak banyak mengandalkan sumber dana dari pihak ketiga, sehingga meskipun sektor keuangan dilanda krisis, hal ini tidak banyak berpengaruh terhadap usaha ekonomi rakyat.

Ketiga, sektor ekonomi rakyat fleksibel untuk keluar masuk pasar, menyesuaikan dengan situasi permintaan yang ada, sehingga sektor ini dapat tetap bertahan di pasar pada kondisi apapun.

            Dengan melihat kenyataan tersebut, menjadi sangat wajar bila kemudian sekaligus muncul optimisme untuk memberdayakan ekonomi rakyat dan sekaligus menempatkannya pada garda terdepan dalam perekonomian nasional. Optimisme untuk memberdayakan ekonomi rakyat didasari pula oleh suatu kenyataan sebagai berikut :

a.       Jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) dalam ekonomi rakyat cukup besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Sebagai ilustrasi, pada 1979 jumlah UKM yang volume penjualannya di bawah satu miliar rupiah telah mencapai 90% dari total unit usaha nasional.

b.      Ekonomi rakyat cenderung berkembang berdasarkan basis keunggulan komparatif, sehingga potensinya sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja lebih tinggi daripada unit usaha menengah dan besar, karena setiap unit investasi di usaha kecil dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja.

Dalam ekonomi kerakyatan yang diharapkan akan mampu mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Harus ada usaha keras untuk memberdayakan ekonomi rakyat. Pola pemberdayaan yang dilakukan adalah upaya untuk menciptakan kemandirian bagi ekonomi rakyat yaitu koperasi dan UKM, guna menciptakan nilai tambah. Sedangkan penciptaan nilai tambah bagi koperasi dan UKM dilakukan melalui perbaikan pada :

            (1) Akses terhadap sumber daya; (2) Akses terhadap teknologi;

(3) Akses terhadap informasi pasar ; dan (4) Akses terhadap sumber pembiayaan.

            Upaya tersebut memerlukan peran aktif pemerintah yang tidak hanya memberikan bantuan dengan belas kasihan, tetapi sekaligus pula mengupayakan fasilitas dan program untuk memberdayakan ekonomi rakyat jadi lebih produktif. Selama ini, fasilitas dan program pemerintah dalam sektor ekonomi masih sangat terbatas yang bisa diakses dalam usaha kecil dan menengah.  Sebagai gambaran, berikut ini ditampilkan sebuah tabel yang menggambarkan fasilitas pembiayaan dari sektor perbankan. Sejauh ini, alokasi kredit yang diberikan bank-bank masuk ke sektor modern yang hanya digeluti oleh sebagian kecil masyarakat.

Kredit Perbankan Berdasarkan 1989 s.d 1998 (dalam rupiah)

SEKTOR

TAHUN

1989

1995

1996

1997

1998

Jumlah kredit

44.943

196.149

242.423

306.125.

384.551

- Pertanian

4.311

14.291

15.820

18.845

23.499

- Pertambangan

388

954

1.224

2.736

4.066

- Perindustrian

15.683

62.987

73.023

81.234

108.023

- Perdagangan

14.687

45.364

56.232

73.462

85.918

- Jasa

6.996

52.378

69.454

96.503

124.039

- Lain-lain

2.8996

20.195

26.661

33.343

39.006

Sumber : Bank Indonesia

            Dari tabel tersebut tampak bahwa sektor pertanian hanya menikmati sebagian kecil dari kredit yang ada, sedangkan sektor industri, perdagangan, dan jasa –meskipun penyerapan tenaga kerja mereka relative sedikit - merupakan penyerap terbanyak dari kredit perbankan nasional. Sebagai gambaran, dalam konteks perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya, telah terjadi penurunan fungsi intermediasi perbankan yang cukup mempriahatinkan. Bila pada 1996 rata-rata LDR (Loan to Deposit Ratio) seluruh bank mencapai kurang lebih 57%, pada tahun 2001 hanya sekitar 26%. Menurunnya LDR tersebut, diperkirakan bahwa sebagian besar sector ekonomi DIY yang didominasi oleh UKM belum dapat memanfaatkan jasa pembiayaan perbankan karena akses untuk mendapatkannya tidak mudah, apalagi bagi mereka yang berada pada sektor informal. Akibatnya, mereka terpaksa meminjam dari lembaga keuangan informal yang tingkat bunganya lebih tinggi pada tingkat bunga bank umum. Hal ini menjadi sangat ironis, karena UKM  terpaksa harus menanggung biaya produksi yang tinggi. Sementara itu, unit usaha besar, yang telah banyak mendapatkan berbagai fasilitas dan perlindungan, dapat memperoleh tingkat bunga yang rendah, sehingga mereka dapat berproduksi  dengan biaya yang relative rendah pula.

2.   Prospek Dan Tantangan Perekonomian Rakyat

            Para pengamat ekonomi seringkali melontarkan kritik terhadap pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia yang terlalu terorientasi pada pertumbuhan, karena dengan begitu perekonomian rakyat cenderung akan terabaikan. Padahal GBHN sendiri sudah sejak lama menempatkan aspek pemerataan dalam urutan pertama dalam Trilogi Pembangunan Indonesia. Dengan ditempatkannya pemerataan sebagai logi pertama, dalam proyeksi masa depan perekonomian Indonesia, perhatian seharusnya lebih diarahkan pada prospek perekonomian rakyat, bukan hanya pada prospek pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh sekelompok kecil pengusaha.

            Upaya untuk memberdayakan ekonomi rakyat, khususnya koperasi dan UKM (Usaha Kecil Menengah), dimaksudkan agar mereka mampu berkembang menjadi usaha yang tangguh atau mandiri dan memperkuat struktur perekonomian nasional. Ini merupakan tantangan sekaligus prospek yang amat baik dan harus diperjuangkan. Di pihak lain, untuk melengkapi tantangan dan prospek tersebut, beberapa kendala yang dihadapi UKM dan koperasi, antara lain :

1.      Lemahnya akses dan perluasan pasar.

2.      Lemanya akses permodalan

3.      Akses yang terbatas dalam pemanfaatan informasi dan teknologi

4.      Pembentukan jaringan usaha/ kerja yang lemah

Kendala tersebut perlu segera diatasi guna menghadapi tantangan yang makin berat dalam era investasi dan perdagangan bebas yang dicirikan oleh makin ketatnya persaingan antar-pelaku ekonomi.  Melalui paradigma baru, pembangunan diharapkan tidak lagi terjadi pemusatan aset ekonomi produktif pada segelintir orang atau golongan. Sebaliknya, paradigma baru ini dimaksudkan untuk memperluas aset ekonomi produktif di tangan rakyat; meningkatkan partisipasi dan advokasi rakyat dalam proses pembangunan; berkembangnya basis ekonomi wilayah di tingkat kabupaten dan pedesaan; meluasnya kesempatan usaha bagi koperasi dan UKM; dan pemerataan serta keadilan bagi rakyat dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. Semua itu mencirikan bahwa prospek pemberdayaan ekonomi rakyat dalam era reformasi dan perdagangan bebas menjadi sangat penting. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi rakyat perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif, dan bersama-sama masyarakat dan dunia usaha itu sendiri membangun pembinaan dan pengembangan.

            Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian adalah pendanaan, perizinan usaha, persaiangan, prasarana, informasi, kemitraan, kewirausahaan, dan perlindungan. Sementara itu, dalam rangka pembinaan dan pengembangan ekonomi rakyat, berbagai bidang yang menjadi target adalah industri pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, advokasi, dan teknologi.

            Sementara itu, kecenderungan perekonomian yang kian terbuka akibat globalisasi ekonomi dan pasar bebas akan menimbulkan tantangan baru bagi ekonomi kerakyatan ini. dalam sitem ekonomi terbuka dan persaingan bebas yang cukup ketat, hanya usaha yang memiliki akses terhadap faktor produksi yang akan berpeluang untuk dapat bertahan atau memenangkan pertandingan dalam persaingan pasara bebas. Akibat yang paling pahit adalah bahwa keadaan ekonomi kerakyatan akan menjadi semakin tercerai-berai di tengah terpaan gelombang globalisasi tersebut. Dalam kenyataan ini berarti pengembangan ekonomi kerakyatan harus meniscayakan adanya reorientasi strategi pembangunan yang memihak kepada rakyat banyak, atau setidaknya, memberi peluang kepada sebagian besar rakyat untuk terlibat dalam proses pembangunan ekonomi tersebut, sehingga mereka berkesempatan menikmati hasil atas keterlibatannya secara layak. Hal ini berarti memerlukan suatu pemberdayaan ekonomi rakyat dengantujuan memperbesar kemampuannya dalam melakukan aktifitas ekonomi. Dengan demikian, kebijakan yang ada memang harus memihak pada ekonomi rakyat dalam rangka memperkuat posisinya untuk bersaing di pasar yang kian terbuka tersebut.


2.1 Kekayaan

            Apabila di satu sisi kita masih mengenal 25.9 juta penduduk miskin maka dengan cara perhitungan yang hampir sama, kita dewasa ini (1993) bias menemukan lebih dari 37 juta penduduk Indonesia yang termasuk “kaya” (affluesnt). Kehadiran penduduk kaya atau berpendapatan tinggi selalu merupakan peluang bagi perkembangan dunia bisnis, karena kelompok ini memiliki daya beli tinggi yang sanggup menyerap produksi (dan impor) barang-barang bernilai tinggi. Misalnya kendaraan bermotor yang sebenarnya cukup mahal di Indonesia (dikatakan termahal di dunia), itu huga masih diperebutkan oleh pembeli, bahkan ada kecenderungan “makin mahal atau makin baru sebuah mobil makin banyak pembelinya”.

            Inilah salah satu rahasia pertumbuhan ekonomi selama ini, karena sekelompok penduduk Indonesia memang telah meningkat pendapatannya dengan sangat cepat, sehingga mampu menyerap begitu banyak barang-barang yang diproduksi, yang sebagian besar komponennya masih diimpor, atau bahkan yang sepenuhnya diimpor dengan devisa yang mahal.

            Namun akibat yang jelas dari pemanfaatan peluang bisnis barang-barang mewah adalah tersedotnya sumber daya bangsa ke sana, dan dikesampingkannya produksi barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan kelompok miskin atau kelompok menengah ke bawah.

            Akibat dari pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan kemampuan kelompok ekonomi kuat adalah semakin kuatnya kelompok ini, sedangkan klompok ekonomi lemah menjadi tertinggal. Dan akibat lbih lanjut adalah meningkatnya ketimpangan ekonomi dan sosial. Inilah kecenderungan yang sudah mulai dikhawatirkan pada akhir Repelita (Peristiwa Malari 1974), namun karena waktu itu agak dirmehkan, maka kemudian mnjadi berlebihan dan smakin sulit diatsi.

            Dalam pada itu apabila keberhasilan sekelompok kecil pengusaha ekonomi kuat bisa dianggap sebagai peluang, maka tindakan dan perilaku bisnis mereka harus kita arahkan menuju pengembangan sektor-sektor yang menyangkut ekonomi rakyat, terutama berupa kaitan kemitraan usaha.

            Mkanisme kemitraan usaha ini sudah banyak dicoba dalam berbagai cabang industri dengan hasil yang rupanya masih kurang memuaskan, antara lain karena usaha-usaha besar sulit diharapkan mrugi dalam bisnisnya. Dalam hal ini rupanya tidak ada jalan lain kcuali tuun tangannya pemerintah untuk melalui kebijaksanaan yang tegas melindungi dan mengembangkan usaha-usaha kecil dan lemah. Apabila pada awal industrialisasi pemintah memberikan poteksi bagi industri-industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industries), maka kondisi ekonomi kita dewasa inji kembali mnghendaki adanya perlindungan yang sungguh-sungguh terhadap usaha-usaha kecil. Inilah pluang sekaligus tantangan pengembangan ekonomi rakyat yang memerluakn perhatian kita semua.


2.2  Globalisasi Perekonomian

Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:

  • Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.

Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja

  • Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.

  • Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.

  • Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.

  • Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.

Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.

2.2.1 Kebaikan globalisasi ekonomi

  • Produksi global dapat ditingkatkan

Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.

  • Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara

Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.

  • Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri

Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.

  • Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik

Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.

  • Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi

Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.

2.2.2  Keburukan globalisasi ekonomi

  • Menghambat pertumbuhan sektor industri

Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.

  • Memperburuk neraca pembayaran

Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit

  • Sektor keuangan semakin tidak stabil

Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

  • memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang

Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.

2.3  Potensi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro

Bentuk lain kredit mikro yang diakui keberhasilannya oleh dunia adalah pola Grameen Bank yang dirancang untuk memecahkan Perkreditan bagi keluarga miskin. Modal ini terbukti telah berhasil membangkitkan kegiatan ekonomi bagi kelompok penduduk miskin di Bangladesh, sehingga dianggap sangat sesuai untuk memecahkan penyediaan modal bagi penciptaan kegiatan produktif untuk penduduk miskin. Mat Syukur (2001) dalam hasil studinya mengemukakan bahwa Karya Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan reflikasi gremeen bank sangat efektif sebagai instrumen delivery untuk kelompok sasaran, namun sustainability dari program ini tanpa dukungan dari luar yang terus menerus masih dipertanyakan, demikian juga daya saing terhadap produk kredit mikro lain belum secara nyata menunjukan keunggulannya. Di dunia memang diakui bahwa Grameen Bank adalah sistem perbankan sosial yang terbaik dan paling berhasil, sehingga menjadi model yang tepat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi kelompok penduduk miskin.  

Jika BRI unit telah diakui sebagai The Biggest and The Best Micro Banking System in the world, maka Grameen Bank adalah The Best Social Banking System, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk memobilisasi dana masyarakat dan kegiatan usaha secara komersial yang sehat tanpa subsidi untuk perbankan mikro seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit. Sementara Grameen Bank terletak pada kemampuannya untuk menjangkau masyarakat miskin menjadi produktif dan siap masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta memanfaatkan mekanisme perbankan yang biasa, meskipun akhirnya juga dikerjakan oleh Grameen Bank sendiri tapi tidak tertutup untuk menjadi nasabah bank lain. Di Indonesia yang memiliki kekuatan koperasi sebagai sumber pembiayaan mikro terbesar kedua setelah BRI-Unit, struktur kelembagaannya masih sangat terfragmentasi dan belum bergerak sebagai sistem kembaga keuangan yang efisien, oleh karena daya dobraknya tidak dapat kelihatan meluas dan terkesan kurang produktif. Di negara seperti Kanada, India, Korea, dan lain-lain lembaga keuangan mikro yang diselenggarakan koperasi menjadi kekuatan efektif untuk pembiayaan anggota koperasi baik para petani, peternak, produsen, maupun konsumen.  

Pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup luas karena :

1.         Usaha mikro dan kecil belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh LKM yang ada

2.         LKM berada di tengah masyarakat

3.      Ada potensi menabung oleh masyarakat karena rendahnya penyerapan investasi didaerah, terutama di pedesaan

4.         Dukungan dari lembaga dalam negeri dan internasional cukup kuat

Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya adalah kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank :

1.         Tidak memiliki persyaratan yang memadai

2.         Tidak memiliki agunan yang cukup

3.          Biaya transaksinya mahal / tinggi

4.          Lokasi kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor cabangnya

Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank. Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.


 BAB III

PENUTUP

1.                  KESIMPULAN

Pada dasarnya negara Indonesia mempunyai potensi yang sangat bagus dalam pross pemberdayaan dan pengembangan perekonomian di Indonesia. Indonesia memiliki sumber daya yang berlimpah, namun pemanfaatan sumber daya tersebut belum bisa dimanfaatkan  secara optimal.

Pemberdayaan ekonomi kerakyatan juga merupakan bagian integral dalam mewujudkan ketahanan nasional di bidang ekonomi. Gempuran ekonomi global harus diimbangi dengan penguatan pondasi ekonomi dalam negeri. Oleh karenanya, sistem ekonomi kerakyatan harus diperkuat dengan keberpihakan pemerintah dalam mberdayakan ekonomi rakyat. Dengan ekonomi rakyat yang tangguh, ketahanan nasional di bidang ekonomi bisa diwujudkan

Posisi LKM dalam pemberdayaan UKM, terutama usaha mikro sangat strategis karena 97% usaha kecil adalah usaha mikro yang belum terjangkau pelayanan perbankan. Perkuatan LKM selain menyangkut dengan lemahnya SDM juga tidak adanya jaringan yang memungkinkan terjadinya inter lending. Disamping itu pengembangan UKM memerlukan kehadiran lembaga pendukung agar posisi LKM, penabung dan peminjam terlindungi dari berbagai resiko. Lembaga keuangan mikro dapat didudukkan sebagai energi pemberdayaan UKM, terutama untuk pembentukan proses nilai tambah dan peningkatan taraf hidup lapisan masyarakat bawah

2.                  SARAN

Akan lebih baik apabila ada keseimbangan antara kemampuan proses pemanfaatan sumber daya alam dengan sumber daya manusia, karena jika kedua unsur tersebut sudah terpenuhi, maka peningkatan taraf hidup warga di Indonesia akan bisa dicapai. Selain itu penciptaan inovasi-inovasi baru dalam perekonomian akan sangat menunjang kelayakan dan kemajuan sistem perekonomian di Indonesia. Warga Indoesia akan terlepas dari belenggu kemiskinan, serta dapat menghadapi globalisasi dengan bijaksana.


DAFTAR PUSTAKA

Cipto, Bambang, Haedar Nashir dkk. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi, Pendidikan dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.   

Mubyarto. 1997.  Ekonomi Rakyat Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.

Sumber Internet :

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_7/artikel_1.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi

http://arieflmj.wordpress.com/2010/01/25/liberalisasi-perdagangan-dunia-ancaman-atau-tantangan-bagi-negara-negara-dunia-ketiga/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar