NGO
di Indonesia
A.
Pengertian NGO
NGO (Non Government Organisation) atau Organisasi Non
Pemerintah. Maksud dari non pemerintah disini adalah tidak menggantungkan
sumber dana kegiatan dari pemerintah. Di Indonesia lebih dikenal dengan LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat). LSM adalah sector ketiga dalam kehidupan manusia
modern. Sektor pertama adalah Negara, kedua adalah pasar, dan ketiga adalah
masyarakat sipil. Nah disini LSM berada. LSM tidak identik dengan yayasan.
Yayasan adalah Badan Hukum yang dipilih oleh sebagian besar LSM. Yayasan
didirikan untuk kepentingan anggota atau bias juga milik pribadi yang nantinya
bias diwariskan. Sedangkan Perkumpulan/Perhimpunan tidak ada pemiliknya, jika
misalkan bubar maka mencari perkumpulan/perhimpunan sejenis dan barang-barang
atau apapun dilimpahkan ke yang masih aktif.
B.
Perkembangan NGO
1.
NGO mengambil peranan secara langsung dalam mengatasi permasalahan masyarakat.
Jadi pada intinya NGO memberikan bantuan terus menerus secara langsung,
sehingga menimbulkan ketergantungan kepada yang diberi bantuan.
2.
NGO memberdayakan kemampuan masyarakat. Jadi masyarakat diberikan pancing bukan
kail.
3.
Masalah dilihat sebagai akibat dari masalah regional/nasional. Menganalisis
penyebab masalah.
C.
Perjalanan NGO di Indonesia
Sebenarnya NGO sudah ada sejak pra kemerdekaan. Pada tahun
50-an ada LSD ( Lembaga Sosial Desa) dan tahun 57 ada PKBI (Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia). Pada tahun 60-an ada yang namanya Bina Desa dan
Bina Swadaya, Tahun 70-an yaitu LBH, YLKI, LP3ES.
D.
Jenis LSM
1.
LSM Merpati : dibentuk berdasarkan proyek/momen tertentu. LSM akan bubar jika
proyek sudah selesai. Aktivisnya biasanya keluarga pejabat. Tidak memili
kantor. Struktur kelembagaannya cenderung berdasarkan parpol.
2.
LSM Pedati/Plat kuning/Taxi : dibentuk karena mengerjakan proyek pemerintah.
Sifatnya permanen mengejar keuntungan. Orang-orang/ anggotanya
berpendidikan/berkompeten. Memiliki kantor dan memiliki manjemen organisasi
yang baik.
3.
LSM Sejati : dibentuk karena panggilan moral yang tulus untuk memperbaiki
ketimpangan yang ada di masyarakat. Keuangan dipegang oleh banyak pihak dan
anggotanya lebih besar terjun ke lapanagan.
E.
Karakteristik LSM
1.
Non pemerintah
2.
Asas Kesukarelaan
3.
Tidak mencari keuntungan
4.
Tidak melayani diri sendiri/anggota
F.
Problem yang dihadapi LSM
1.
Problem internal : manajemen, pertikaian antar aktivis, kurangnya transparansi
2.
Sumber keuangan : 65% berasal dari luar negeri dan 35% berasal dari dalam
negeri
3.
Akuntabilitas : kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan
4.
Keterputusan : kurang komunikasi dengan stakeholders, masyarakat setempat,
kapasitas LSM di dalam.
Non Government Organization [NGO]
Pengertian
:
World Bank,
mendefenisikan NGO sebagai “organisasi swasta yang menjalankan kegiatan untuk
meringankan penderitaan, mengentaskan kemiskinan, memelihara lingkungan hidup,
menyediakan layanan sosial dasar atau melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat”. Dalam sebuah dokumen penting World Bank, Working With NGOs,
disebutkan, “Dalam konteks yang lebih luas, istilah NGO dapat diartikan sebagai
semua organisasi nirlaba (non-profit organization) yang tidak terkait
dengan pemerintahan.
NGO pada umumnya
adalah organisasi berbasis nilai (value-based organizations) yang
bergantung kepada, baik sebagian atau keseluruhan, bantuan amal (charitable
donations) dan pelayanan sukarela (voluntary service).
Maksud dan
Tujuan :
Pengembangan dan
Pembangunan Infrastruktur, Mendukung inovasi, ujicoba dan proyek
percontohan, Memfasilitasi komunikasi, Bantuan teknis dan
pelatihan, Penelitian, Monitoring dan Evaluasi, dan Advokasi
untuk dan dengan masyarakat miskin.
Dasar-dasar
Hukum :
Badan hukumnya
sangat beragam, dari mulai Yayasan sampai dengan Paguyuban atau bahkan
komunitas.
Contoh
Lokasi :
Amerika
Serikat, Sumatera Barat, Aceh, dll.
Manfaatnya
:
NGO merupakan
bagian penting dari PBB karena mereka mewakili orang-orang yang membutuhkan
bantuan yang kegiatannya tidak dibayang-bayangi oleh kebijakan pemerintah.
Dalam
kasus-kasus di mana LSM yang didanai sepenuhnya atau sebagian oleh pemerintah,
LSM mempertahankan status non-pemerintah dan pemerintah termasuk wakil-wakil
dari keanggotaan dalam organisasi.
Uraian
yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat :
Bahwa hanya
sedikit saja dana yang sampai kepada masyarakat yang membutuhkan, sebagian
besar dana habis untuk pencarian dana, sebagian bahkan digunakan untuk membayar
gaji yang sangat tinggi untuk para manajemen di tingkat atas. Di satu sisi
kritik ini cukup adil, namun di sisi lain argumentasi ini bisa saja digunakan
oleh orang yang ingin menjelekkan NGO karena penelitian NGO tersebut mungkin
mengkritik keras kegiatan mereka. Diakui mungkin anda penyimpangan di NGO,
namun setidaknya penyimpangannya jauh lebih kecil dibandingkan sektor swasta
dan pemerintah dan tindakan terhadap penyimpangan dilakukan secara tegas dan
cepat
Bantuan seringkali
membawa masyarakat kepada ketergantungan dan tidak menumbuhkan pengandalan diri
dan kecukupan diri. Pada kenyataannya hal ini telah menjadi bagian integral
penting dari globalisasi yang telah membuat beberapa negara kaya semakin kaya
dan negara miskin tetap miskin dan terus bergantung.
SELEMBAR CATATAN MENGENAI N.G.O.
Di
kalangan akademisi, siapa yang tidak pernah mengenal istilah 'LSM'? LSM, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat, dikenal identik melalui kegiatan-kegiatan yang
berhubungan erat dengan usaha peningkatan taraf kehidupan masyarakat, regardless bergerak
di bidang apa LSM tersebut.
Bagi
kalangan masyarakat awam, istilah LSM mungkin erat kaitannya dengan berbagai
kegiatan unjuk rasa menentang atau mendukung kebijakan pemerintah. Tidak salah,
namun juga tidak sepenuhnya benar.
LSM
juga sering dikenal dalam istilah keren-nya, NGO (Non-governmental
organization). Sesuai dengan namanya, NGO pada dasarnya memiliki
pengertian singkat sebagai organisasi yang tidak berada secara langsung dalam
struktur pemerintahan. Pengertian ini seringkali dinilai terlalu luas, dan
berujung pada beberapa pihak yang lebih memilih disebut sebagai Private
Voluntary Organization (PVO) atau Private Development
Organization (PDO). Memang, sebagian besar NGO memiliki orientasi
sebagai non-profit organization.
Supaya
tidak membingungkan, tulisan ini akan menyamakan istilah NGO dengan LSM,
sebagai institusi (lembaga) yang berfungsi untuk memperbaiki atau meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat. Sesuai dengan definisi World Bank mengenai
NGO: private organizations
that pursue activities to relieve suffering, promote the interests of the poor,
protect the environment, provide basic social services, or undertake community
development.
Korten
(1990) pernah membagi perkembangan generasi NGO menjadi tiga. Generasi pertama
NGO, memiliki fokus lebih kepada distribusi bantuan secara langsung kepada yang
membutuhkan. Contoh bantuan antara lain makanan dan pelayanan kesehatan. NGO
generasi kedua berorientasi kepada pembentukan pola pembangunan dengan skala
lokal. Dalam tahap evolusi ini, NGO memfokuskan pada pemberdayaan komunitas
lokal agar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Korten melanjutkan, pada NGO
generasi ketiga, orientasi akan difokuskan untuk memajukan kebijakan dan
institusi di level lokal, nasional, dan internasional. Pada tahap ini, NGO
merubah perannya dari service providing menjadi katalis
perubahan. Korten sendiri menyebut generasi ketiga ini sebagai sustainable
systems development. Dengan demikian, NGO pada dasarnya mengalami perubahan
dari relief NGO (distribusi bantuan) kepada development
NGO (berorientasi pada pembangunan).
Dalam
prakteknya, NGO secara umum dapat dikategorikan menjadi dua: NGO operasional
dan advokasi.
NGO
operasional bertujuan
untuk merancang dan mengimplementasikan program-program yang berorientasi pada
pembangunan (development-related). Salah satu model NGO operasional yang
menonjol adalah community-based organizations (CBO),
yang "bertugas" kelompok masyarakat yang spesifik di suatu wilayah
geografis. Misalnya, menjalankan program pemberdayaan masyarakat melalui kredit
mikro di kecamatan atau desa tertentu. Salah satu contoh NGO operasional di
Indonesia adalah Bina Swadaya.
Berbeda
dengan NGO nasional dan internasional yang biasanya berfungsi sebagai intermediary,
CBO benar-benar secara langsung bersentuhan dengan masyarakat. Oleh karena itu,
CBO sering disebut sebagai grassroot organization atau
organisasi rakyat.
Posisi
CBO bisa bermacam-macam. Biasanya, CBO berfungsi sebagai pelaksana program yang
dirancang oleh donor. Misalnya, World Bank memiliki program pemberian kredit
mikro, dan memberikan dana program tersebut kepada CBO. Maka, CBO tersebut
harus menjalankan program kredit mikro World Bank di wilayah kerjanya (desa A
atau kecamatan X misalnya). Dalam pembangunan berpola partisipatoris, umumnya
CBO (sebagai organisasi grassroot) ikut serta dalam konsultasi dan
penyusunan langkah kerja dan tujuan program. CBO juga bisa mengambil alih
pelaksanaan program di level komunitas, bahkan menerima dana untuk menyusun dan
melaksanakan programnya sendiri.
Sementara
itu, NGO advokasi memiliki cara kerja dan tujuan yang berbeda.
Umumnya, NGO advokasi berusaha untuk mengangkat atau mempertahankan issuetertentu,
biasanya dengan meningkatkan public awareness atau public acceptance terhadap
suatu isu. Isu-isu tersebut misalnya seperti kesetaraan gender, pelestarian
lingkungan hidup, dan perlindungan HAM. Dalam bekerja, NGO advokasi umumnya
menggunakan cara lobby, pendekatan melalui media massa, atau
pengerahan massa. Salah satu contoh NGO advokasi di Indonesia adalah Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Kini,
beberapa NGO mulai menggunakan kedua fungsi tersebut (operasional dan advokasi)
sekaligus. Bahkan beberapa kelompok advokasi, walaupun tidak secara langsung
terlibat dalam penyusunan rancangan program, mulai memfokuskan perhatian mereka
pada program-program tertentu.
Dalam PBB, sejak tahun 1970-an, NGO memperoleh
status resmi (consultative status). NGO juga mempunyai kode etik yang berlaku
secara internasional. Sampai sekarang hampir semua kesempatan dalam pertemuan
delegasi NGO berhak hadir dengan suara penuh/disediakan forum2 khusus untuk
NGO. Kehadiran NGO dalam sistem PBB ini telah pula dilembagakan secara
permanen, di bawah UNDP, di sebut NGO Forum, di Indonesia NGO Forum ini mungkin
karena kekaburan makna dan keunikan LSM kita, sering menjadi olok-olok
"Gongo" (Government NGO), atau LSM-LSM plat merah.
Perkembangan selanjutnya di Indonesia, UU No. 4 tahun 1982 digantikan oleh UU No. 23 tahun 1997 , UU ini tidak menjelaskan definisi LSM (tapi paling tidak UU ini mengakui environment legal standing) sementara itu UU. No. 8 tahun 1985 telah dicabut diganti dgn UU politik Dji Sam Soe/No. 2, 3, 4 yg tdk memuat mengenai LSM (jadi untuk sementara ini, LSM diatur dgn Inmendagri, tapi logikanya Inmendagri ini juga tidak berlaku karena peraturan yg di atasnya telah dicabut) dan kemudian di era Reformasi bentuk Yayasan pun mulai diintervensi pemerintah dengan dikeluarkannya UU Yayasan.
Ada suatu wacana menarik bahwa kemudian NGO merupakan alat bagi neo liberalism, memang bisa saja neo liberalism beroperasi dalam dua lini: ekonomi dan budaya politik, dua level: rezim dan rakyat kelas bawah. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali pihak berduit/pihak asing yang tertarik mendanai kegiatan-kegiatan yang dilakukan NGO di Indonesia dan tentunya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh NGO untuk memperoleh dana tersebut. Yang perlu menjadi catatan penting adalah sejauh mana tingkat independensi dan bargaining posisition terhadap penyandang dana, terlebih lagi evaluasi kerja LSM dilakukan mereka. Dan bagaimana pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, sebab sampai saat ini tidak ada mekanisme pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, jadi masyarakat sendirilah yang menilai keberadaan LSM di tengah-tengah mereka. Jangan kaget kalau suatu saat ada elemen masyarakat yang berkata LSM itu Lembaga Suka Menipu, dan lain-lain. Hal itu merupakan serangkaian pengalaman yang dialami masyarakat, karena ada LSM yang menyelewengkan dana JPS misalnya.
Perkembangan selanjutnya di Indonesia, UU No. 4 tahun 1982 digantikan oleh UU No. 23 tahun 1997 , UU ini tidak menjelaskan definisi LSM (tapi paling tidak UU ini mengakui environment legal standing) sementara itu UU. No. 8 tahun 1985 telah dicabut diganti dgn UU politik Dji Sam Soe/No. 2, 3, 4 yg tdk memuat mengenai LSM (jadi untuk sementara ini, LSM diatur dgn Inmendagri, tapi logikanya Inmendagri ini juga tidak berlaku karena peraturan yg di atasnya telah dicabut) dan kemudian di era Reformasi bentuk Yayasan pun mulai diintervensi pemerintah dengan dikeluarkannya UU Yayasan.
Ada suatu wacana menarik bahwa kemudian NGO merupakan alat bagi neo liberalism, memang bisa saja neo liberalism beroperasi dalam dua lini: ekonomi dan budaya politik, dua level: rezim dan rakyat kelas bawah. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali pihak berduit/pihak asing yang tertarik mendanai kegiatan-kegiatan yang dilakukan NGO di Indonesia dan tentunya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh NGO untuk memperoleh dana tersebut. Yang perlu menjadi catatan penting adalah sejauh mana tingkat independensi dan bargaining posisition terhadap penyandang dana, terlebih lagi evaluasi kerja LSM dilakukan mereka. Dan bagaimana pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, sebab sampai saat ini tidak ada mekanisme pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, jadi masyarakat sendirilah yang menilai keberadaan LSM di tengah-tengah mereka. Jangan kaget kalau suatu saat ada elemen masyarakat yang berkata LSM itu Lembaga Suka Menipu, dan lain-lain. Hal itu merupakan serangkaian pengalaman yang dialami masyarakat, karena ada LSM yang menyelewengkan dana JPS misalnya.
Perkenalkan: nama saya Eunike Brahmantyo.
BalasHapusMaaf, ijin share tulisan anda, boleh Non?
boleh ijin share tulis anda cantik
BalasHapusterimakasih saya izin mengutip untuk tugas akhir saya yah terimakasih
BalasHapusterimakasih saya izin mengutip untuk tugas akhir saya yah terimakasih
BalasHapus